Sebenarnya tidak khusus “Ayat-ayat Muhammadiyah”, hanya sekedar mengingat gerakan KH Ahmad Dahlan pada awal mendidik murid-muridnya. Ayat-ayat yang kemudian menjadi pondasi pergerakan Persyarikatan Muhammadiyah, mungkin kembali cocok untuk konteks politik di Indonesia. Sebuah nasehat dengan “Ayat-ayat Muhammadiyah” untuk politisi negeri ini, ayat-ayat di surat Al Mauun.
Peristiwa “geger Al Mauun” di zaman KH Ahmad Dahlan adalah sebuah kritik sosial keagamaan ketika banyak orang Islam namun tidak benar-benar menjalankan nasehat agama. Agama hanya sekedar syariat ritual tak berdampak kepada kehidupan, sekedar kulit sekedar status tanpa isi tanpa tindakan nyata.
Al Mauun, surat pendek yang tegas, diawali dengan kata sensitif nan retoris, menggugah kesadaran akan intisari Islam, “Tahukah kamu siapa itu pendusta agama?”
Ayat-ayat berikutnya menjelaskan siapakah orang-orang yang mendustakan agama. Pertama yang disebut adalah orang-orang yang “menghardik anak yatim” serta “melarang memberi kepada si miskin”.
Nasehat untuk politisi Muslim, jika tidak ingin menjadi pendusta agama, tempatkanlah diri sebagai pembela para tertindas di negeri. Apalagi jika sedang memegang sebagian kekuasaan. Disebut pendusta agama, jangan main-main, jika menjadi politisi sekedar berlindung dibalik kepentingan.
Ayat selanjutnya bahkan semakin “sadis” bagi seorang Muslim, ketika atribut muslimnya, misalnya shalat, digunakan secara lalai untuk mencari penghargaan manusia yang lain, dengan riya. Politisi yang ingin meraup suara muslim, hendaklah menghindari hal ini dengan tidak menampilkan ala para alim seperti memaksakan diri menjadi imam atau pergi umroh plus-plus. Plus publikasi.
Bagaimana bagusnya? Bagusnya, banyak-banyak memberi barang yang berguna bagi masyarakat luas, dan banyak-banyak menganjurkan orang untuk juga memberi kebaikan. Bagus, asalkan bukan untuk dipublikasikan. Beramal dalam gelap, dalam kerahasiaan.
Begitulah Persyarikatan Muhammadiyah, bisa memiliki universitas-universitas dan ribuan sekolah, bukan karena orang-orang yang terkenal saat ini seperti Amin Rais atau Syafii Maarif, namun dari banyak orang sangat ikhlas yang tersembunyi tangan kedermawanannya.
Sayangnya, dunia politik seperti jungkir balik dengan ayat-ayat tersebut. Menang bila publikasi, riya dengan kekuatan penuh. Sebabnya, kekuasaan diraih hanya dengan suara rakyat, rakyat yang mudah ditipu dunia.
Ya sudah, jika memang sebagian kekuasaan tidak bisa diraih, teruslah bersuara dalam kebenaran, tak usah peduli dengan suara-suara sumbang nan menghina. Teruslah bela yang papa, karena itulah penegak agama.