Setelah ramai-ramai tentang PGN yang menolak kedatangan UAS di Semarang, ternyata urusan tolak menolak tidak surut, dilanjut demo penolakan Neno Warisman oleh sekelompok orang di Bandara Han Nadim Batam. Dua orang yang “dipersekusi” itu, sama-sama bukan unsur pemerintah atau tokoh politik.
Siapa Neno Warisman? Sayup-sayup saja terdengar di telinga orang-orang Indonesia. Mengapa ada penolakan terhadapnya kalau begitu?
Logikanya, orang yang tak berkuasa, apalagi tidak begitu terkenal, tak akan memberi dampak besar ke masyarakat, entah baik entah buruk. Kalau tidak memberi dampak besar, untuk apa dicegah atau dihalangi kedatangannya? Apalagi pakai spanduk dan mendatangkan banyak orang.
Lebih aneh lagi, sampai-sampai orang-orang itu tahu kapan Neno Warisman tiba. Kalau dipikir, sampai sebegitu “perhatian” terhadapnya.
Di era demokrasi saat ini, bila yang datang punya kuasa, yang jelas punya dampak besar, sangat dimaklumi jika ada demo dari masyarakat yang merasa terkena dampak buruk. Demo itu wujud perlawanan terhadap kekuasaan agar tidak semena-mena. Demo terjadi karena perangkat kekuasaan disalahgunakan. Indonesia sekarang seperti itu, bukan seperti di Korea Utara.
Apa alasannya Neno Warisman dihalang-halangi kedatangannya? Karena berkuasa? Tidak, tentu saja. Karena melawan kekuasaan (pemerintah) saat ini? Ini baru lucu! Lucu yang tidak membuat ketawa. Lucu karena pemilik kekuasaan “tak berdaya” sehingga harus dibela?
Jangan salahkan kalau kemudian banyak orang yang berprasangka bahwa apa yang dilakukan orang-orang itu karena dikompori pihak yang tak ingin kehilangan kekuasaan. Namun, jika benar memang agendanya seperti itu, maka strateginya blunder fatal, kalau tidak mau disebut lucu-lucuan.