Akun yang berinisial @_TNIAU, sudah dianggap akun resmi TNI AU karena terverifikasi oleh Twitter dengan tanda centang biru. Maka, semua posting akun tersebut sudah dianggap mewakili lembaganya.
Namun, sudah dimaklumi oleh orang sepenjuru lini masa, akun lembaga pasti dipegang oleh admin khusus. Karenanya, kualitas akun sangat dipengaruhi kualitas admin. Kalau kurang hati-hati, misalnya terlalu sering “beramah-tamah”, suatu saat lupa sedang mewakili lembaga.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, ketika akun Andi Arief berdiskusi dengan akun Prof. Mahfudz MD, tiba-tiba akun @_TNIAU meminta klarifikasi Andi Arief, hanya karena Andi Arief menyebut “dua orang TNI” dalam diskusinya. Padahal, tak ada mention ke akun @_TNIAU.
Ditambah lagi, setelah Andi Arief tidak mau menjawab, akun @_TNIAU seperti memaksa dan menyebut Andi Arief serta satu akun lagi sebagai pecundang sejati. Apakah hal ini dibenarkan?
Jika benar akun @_TNIAU mewakili lembaganya, maka sama saja penghakiman terhadap Andi Arief dilakukan oleh lembaganya, TNI AU. Sama artinya ada abuse of power oleh militer kepada warga sipil. Namun, jika akun @_TNIAU ternyata tidak diakui oleh lembaganya, maka Twitter perlu klarifikasi karena sudah membuat pembohongan publik, dengan memberi verifikasi atas akun tersebut.
Akun yang membawa nama lembaga, apalagi lembaga yang memiliki kekuasaan, harus ekstra hati-hati. Akun-akun ini membawa “aroma” kekuasaan. Kalau kemudian dipakai menekan warga negara, apapun alasannya, telah melanggar konstitusi negara yang melindungi kebebasan berpendapat.
Terkait dengan akun lembaga, seharusnya bersifat informatif. Tidak untuk mengklarifikasi apalagi menghakimi, namun wajib menjawab klarifikasi dan tidak reaktif ketika “dihakimi” netizen.
Bagi warga netizen, silakan suarakan pendapatnya, karena dijamin konstitusi. Nasehat kepada netizen, hindari prasangka dan fitnah, agar diskusi di dunia maya bisa mencerdaskan.