WARGASERUJI – Tidak sah rasanya jika esensi suatu negeri tidak bergabung pada PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Keberadaan PBB diharapkan dapat menjadi pemersatu negeri-negari di dunia.
Tujuan utama keberadaan PBB adalah menjaga perdamaian dan keamanan dunia, memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antarbangsa melalui penghormatan hak asasi manusia, membina kerjasama internasional dalam pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia, dan menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.
Tetapi, ada hal yang membingungkan dari tindakan PBB terhadap negeri Brunai Darussalam. Ketika Brunai Darussalam membuat undang-undang hukuman mati bagi para pelaku zina, homoseksual, pemerkosaan, perzinaan, sodomi, perampokan, dan penghinaan atau pencemaran nama baik Nabi Muhammad SAW. Â Hukuman cambuk di muka umum bagi pelaku aborsi dan amputasi tangan dan kaki untuk pelaku pencurian serta kriminalisasi yang mengekspos anak-anak muslim. PBB mengecam pemerintah Brunai Darussalam. PBB juga menyebut kebijakan ini kejam dan tidak manusiawi.
Kepala urusan HAM di PBB, Michelle Bachelet, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, mendesak pemerintah Brunei untuk menghentikan berlakunya KUHP baru yang “kejam” tersebut.
“Jika diterapkan, ini menandai kemunduran serius tentang perlindungan hak asasi manusia bagi rakyat Brunei,” kata Bachelet. (Merdeka.com).
Tentu hal ini menjadi pertanyaan yang harus dipecahkan dengan transparan. Hukuman yang diterapkan oleh pemerintah Brunai Darussalam adalah hukuman yang berasal dari keyakinan agama yaitu Islam. Dengan diterapkan hukuman mati, cambuk dan amputasi tangan diharapkan dapat menuntaskan permasalahan. Selain itu, diberlakukannya hukuman seperti ini dapat mencegah tindak kriminal.
Ketika menerapkan hukuman yang seolah terlihat kejam ini, pastinya pemerintah Brunai Darussalam telah mempertimbangkan dan melihat bahwa hukuman yang diterapkan selama ini belum mampu untuk menuntaskan masalah. Tetapi sungguh disayangkan peraturan semacam ini malah mendapat kecaman dengan alasan melanggar hak asasi manusia.
Telah menjadi kewajaran jika hal demikian terjadi. Karena PBB yang menjadi perkumpulan negeri-negeri dunia memegang asas sekulerisme yaitu memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sehingga, jika ada suatu negeri yang  menerapkan aturan yang berasal dari agamanya, semaksimal mungkin akan dicegah dan harus kembali keasas utama yaitu sekulerisme. Pembuat hukum terkait tindak kriminal adalah manusia. Selain itu, tatkala negeri dalam PBB akan menerapkan hukum harus ada legalitas dari PBB.
Islam bukan saja agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan penciptanya, tetapi Islam juga mempunyai aturan dalam sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan Islam dapat terlaksana jika ada institusi yang menerapkan sistem Islam. Khalifah adalah orang yang menjalankan institusi tersebut.
Pada masa setelah Rasulullah, kaum muslimin diayomi, dilindungi, & diurusi oleh Khalifah, diantaranya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, serta Khalifah sesudahnya. Para Khalifah dalam menentukan kebijakan hukum terhadap rakyatnya mengacu kepada syariat Islam. Syariat Islam merupakan hukum dari Allah yang wajib untuk dilaksanakan oleh manusia.
Institusi Islam merupakan institusi yang mandiri tidak bergantung dengan negeri lain. Sehingga dalam mentukan kebijakan hukum tidak harus ada legalitas dari negeri lain. Dalam menerapkan hukum acuannya hanyalah syariat Islam. Karena diyakini dengan menerapkan sistem Islam akan memberikan keberkahan dalam hidup.
Allah mengetahui secara pasti apa yang tepat untuk makhluk Nya. Sehingga tidak ada hukum yang berasal dari Allah itu tidak manusiawi. Karena yang menciptakan manuaia adalah Allah. Secara sederhana dapat dianalogikan sebagaimana sebuah produk akan awet dan sesuai tujuan pembuatan apabila produk tersebut digunakan dan dirawat sesuai petunjuk produsennya.
Dengan demikian, harus dapat mewujudkan negeri yang  mandiri tidak bergantung kepada suatu ikatan negara. Sehingga dalam menyelesaikan urusan internal dapat mandiri. Kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan tidak harus ada persetujuan dari negeri-negeri lain. Hal demikian dapat terwujud tatkala sistem Islam terwujud.