Pekik kegembiraan itu meluap, membuncah bagai air bah yang menghantam tanggul keangkuhan. Menerobos masuk ke jantung pertahanan keegoisan. Datangnya yang tiba tiba mengagetkan semua, terbelalak mata memandang kejadian yang tak disangka.
Atlet pencak silat itu masih muda. Namun langkahnya melampaui jauh usianya. Dengan trengginas setelah berhasil mengalahkan lawan tandingnya, setelah memastikan diri menambah pundi-pundi emas untuk martabat bangsanya yang kini tengah terbenam di kubangan caci maki dan serapah pada sesama. Ditengah hoax yang hampir saja menghancurkan pondasi kebangsaan yang sudah ditancapkan kokoh sejak merdeka. Bahkan jauh sebelum merdeka nilai-nilai harmonis dan penghormatan itu telah mendarah daging di sanubari bangsa. Entah mengapa kini kita seolah tak berdaya, menguras energi anak bangsa, hingga lelah orang menanti reda.
Namun tiba-tiba, tak disangka, anak muda itu seolah ‘utusan’ Tuhan agar kita semua kembali merenungkan makna, merajut asa sebuah bangsa untuk bersatu seiring seirama. Pelukannya kepada kedua tokoh bangsa, seolah tali pengikat mempersatukan, memperteguh dan menunjukkan kepada kita semua, rakyat satu negara bahwa persatuan adalah mutlak untuk memajukan sebuah bangsa.
Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, bukankah satu kandung saja berbeda bentuk tubuhnya, gaya bahasa serta perangai dan sifat-sifatnya? Namun tentu saja perbedaan itu tidak lantas menjadikan permusuhan antar saudara, justru perbedaan menjadi satu perekat yang saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Kita sudah lelah mendengar segala ucapan yang kadang tidak etis untuk didengar, yang keluar dari mulut yang katanya orang-orang terhormat berupa sumpah serapah yang saling menjatuhkan. Para tokoh yang mestinya tutur kata dan perbuatan menjadi suri teladan bagi rakyat kebanyakan justru banyak yang terjebak dalam pergulatan dengan sesama anak bangsa hanya karena berbeda pilihan politik dan dukungan.
Saatnya kita kembali sadar, bahwa kita adalah bangsa besar yang memiliki cita-cita luhur yang harus digapai bersama. Tidaklah mungkin bangsa besar ini hanya dipkir dan dimajukan oleh segelintir orang, kelompok dataupun partai politik. Bangsa ini harus dibangun secara bersama-sama, dengan semangat kesatuan.
Ya, anak muda itu, Hanifan Yudani Kusumah, Â telah membangunkan dari tidur kita sebagai anak bangsa bahwa didepan kita tujuan dan cita-cita harus diraih bersama-sama. Bukan hanya dengan medali emas pencak silat yang dia persembahkan untuk negara, namun pelukan persatuan kepada kedua tokoh bangsa, kedua calon presiden dan mantan presiden berbalut sang saka Merah Putih. Pencak silat menjelma menjadi alat pemersatu bangsa.
Semoga menjadkan kita semakin dewasa, melangkahkan kaki bersama, membangun negara dengan penuh cinta…karena kita INDONESIA…
Bravo Pencak silat…Bravo Indonesia.