Sebuah lapangan di bilangan Sawah Besar, Jakarta Pusat, populer dengan sebutan “Lapangan Banteng”. Media massa bahkan terlanjur mengidentikkan Kementerian Keuangan yang kantornya berada di kawasan ini sebagai Kementerian Lapangan Banteng.
Sejarah lapangan ini cenderung berbau Belanda seperti tergambar dari penyebutan nama lamanya yang berangsur berubah dari Paviljoensveld, Waltevreden, Waterlooplein (Lapangan Singa), lalu pasca kemerdekaan diubah menjadi Lapangan Banteng.
Tahukah anda bahwa tempat ini ternyata menyimpan sejarah terkait Pembebasan Irian Barat dari kolonial Belanda. Di atas tanah luas ini menjulang kokoh sebuah monumen yang di puncaknya berdiri patung lelaki yang terbebas dari belenggu. Bung Karno menjadikan Lapangan Banteng sebagai Monumen Irian Barat pada 18 Agustus 1963.
Perkuatan “Lapangan Banteng” sebagai Monumen Pembebasan Irian Barat dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta bari-baru ini melalui sebuah proyek revitalisasi. Nampak dibangun sebuah kolam air mancur modern, stadion berundak dan lantai pertunjukan yang luas, tempat bermain anak dan kawasan hutan kota serta konservasi.
Menariknya, seperti disampaikan oleh Wagub DKI Jakarta Sandiaga Uno (7/5), pembangunan Lapangan Banteng menggunakan skema public private partnership. Namun berbeda dengan Istora Senayan yang setelah dibangun oleh swasta berganti nama menjadi BliBli Arena, revitalisasi Lapangan Banteng memperkuat Keindonesiaan sejarahnya.
Nukilan pernyataan para Tokoh Bangsa yang diabadikan di sebuah tembok memanjang monumen mempertegas sejarah Trikora yang pernah digaungkan Bung Karno, sebagai berikut: