Ringkasan kajian rutin hari Rabu pagi, yang disampaikan oleh Ustadz Arif Hidayatullah. Kajian ini bertempat di Masjid Darussalam Purwokerto, Jalan Merdeka. Diringkas oleh Ismayanti Apriyani.
Pada saat muamalah (jual beli), tidak boleh toma’ (tamak), tidak boleh menjual barang yang bukan milik kita (misal menjual barang gadaian punya orang yang sedang digadaikan kepada kita tanpa atau dengan sepengetahuan orang yang punya barang tersebut).
Syarat orang yang boleh melakukan transaksi muamalah (jual beli) adalah yang sudah:
1. Baligh
2. Dewasa
3. Berakal
Contoh anak kecil yang melakukan penjualan barang yang jualannya dengan nilai cukup besar misal mobil atau motor maka harus ada pendampingan dari orang tuanya.
Contoh berikutnya ada anak kecil belum baligh yang jualan es dengan tremosnya/menjual aksesoris/lain-lain tanpa pengawasan orang tua maka itu tidak boleh karena dia belum baligh dan dikhawatirkan akan mengalami penipuan.
Namun, jika melakukan pembelian maka diperbolehkan.
Sebagai wakil dari pemilik barang, maka tidak boleh menjual tanpa sepengetahuan si pemilik. Misal ada orang yang menjual tanah tanpa sepengetahuan si pemilik tanah. Namun, jika ia sebagai wakil dari si pemilik tanah dan sudah ijin ke pemilik, maka ia boleh menjualkan tanah tersebut.
Saat menjadi dropshipper maka dia hanya mendapatkan keuntungan yang diperbolehkan si pemilik barang.
Misal kita mempunyai toko online yang menjualkan barang orang lain, maka kita akan order ke pemilik saat ada orderan dari customer. Kemudian, kita orderkan ke pemilik barang (penjual atau pemroduksi barang) dengan mentransfer sejumlah uang sesuai harga dan meminta pihak pemilik barang mengirimkan ke customer kita. Dari situ, tidak boleh. Kenapa ada larangan? Karena ada barang yang belum menjadi milik kita yang dijual kepada customer.
Yang diperbolehkan adalah barang dari pemilik dikirim ke kita dulu (kita menjadi agen si pemilik barang) baru dari kita, barang itu dikirim ke pembeli/customer. InsyaAallah keuntungan yang kita peroleh halal, bukan berstatus riba.
Contoh lain misal anda pergi ke showroom milih mobil kemudian Anda bekerja sama dengan pihak bank, maka bank yang membayarkan ke showroom kemudian Anda membayar cicilan ke bank tersebut selama beberapa waktu (yang pasti harganya lebih besar dari pada saat Anda membayar langsung ke showroom). Bank sebenarnya tidak punya barang berupa mobil, akan tetapi Anda membayar ke bank. Kenapa hal ini juga tidak diperbolehkan? Karena jika ada kerusakan pada mobil, maka Anda akan komplainnya ke showroom bukan ke bank. Dalam hal ini berarti bank hanya mendapatkan keuntungan tanpa menanggung resiko kerusakan. Di dalam islam ini tidak boleh.
Yang diperbolehkan adalah bank membeli mobilnya dulu baru kemudian Anda membeli ke bank.
Di dalam agama Islam, tidak boleh mengambil keuntungan tanpa menanggung resiko.
Misal dalam jual beli sharing profit, yaitu pemberian modal untuk usaha lalu mendapatkan keuntungan sesuai modal yang disetorkan di awal.
Hal ini dinamakan mudhorobah (keuntungan dan kerugian ditanggung bersama). Sistem ini lebih aman.
Yang tidak boleh itu pihak bank misalnya bilang bahwa uang ibu aman 10 juta, tanpa berkurang. Padahal seiring berjalannya waktu mungkin bank bisa saja untung atau malah rugi. Ini termasuk riba. Hal yang boleh adalah pihak bank mengatakan kepada nasabah bahwa uang 10 juta akan dikelola. Di kemudian hari, jika ada keuntungan atau kerugian maka akan ditanggung bersama (bank dan nasabah).
Hukum asal jual beli adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkan.
Secara umum, jual beli dikatakan haram jika ada unsur-unsur :
- kedhaliman,
- gharar (ketidakjelasan di harga/barang/jasa. misal asuransi),
- ada unsur riba (misal : valuta asing,trading forex). Dalam hal ini, yang harus diperhatikan adalah aturan mainnya. Misal harus kontan. Jika tidak, maka itu termasuk riba. Misal membeli emas dengan membayar sejumlah uang sebagai DP, kekurangannya besok lagi yang entah dicicil dalam beberapa periode pembayaran. Itu termasuk riba.
Sesi Pertanyaan (Tanya Jawab)
1. Apa hukum BPJS?
Jawaban Ustadz:
BPJS hukumnya boleh. Hal ini karena sistemnya sekarang sudah dirubah, yaitu tidak ada pinalty saat terjadi keterlambatan pembayaran dan sistemnya asuransi ta’awuni (saling tolong menolong).
2. Apa boleh ada kartu garansi?
Ustadz menjawab:
Kartu Garansi dari penjual untuk pembeli termasuk hadiah (hibah) dari penjual ke pembeli. Misal saat beli kulkas, Anda mendapatkanpt kartu garansi, maka hukumnya boleh. Kemudian dalam jangka waktu garansi tersebut, kita boleh komplain ke toko tersebut.
Usahakan kita menjauhkan diri dari riba.
Bagaimana caranya?
Sosialisasikan ke masyarakat bahwa riba itu haram, sama dengan menantang perang Allah SWT dan Rasul Nya (QS. Al Baqarah: 275 -279). Riba juga sama dengan menzinai ibu kandung sendiri, dan siksanya berat di neraka.
Solusi untuk menjauhkan masyarakat dari riba adalah:
Dimulai dari orang yang memiliki harta. Tumbuhkan jiwa sosial dan empati kepada para masyarakat yang butuh modal.
Putus mata rantai bank, dengan cara orang kaya tidak menyimpan uangnya di bank.
Cari orang yang membutuhkan modal dengan cara mudhorobah. Dalam hal ini, orangnya harus amanah (baik yang meminjam maupun yang dipinjami).
Bagaimana jika ada orang yang tidak amanah?
Jawabannya adalah semuanya harus dimulai dari diri kita dengan membangun keimanan yang kuat antara si kaya dan si miskin. Dari sini, maka bank tidak punya modal. Akibatnya akan ada pemerataan kekayaan. Tidak ada lagi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin.
3. Apa hukumnya Kartu Member?
Jawaban Ustadz:
Kartu member yang didapat dengan cuma-cuma itu diperbolehkan dan misal ada biaya untuk administrasi yang wajar maka masih diperbolehkan. Akan tetapi, jika lebih dari itu maka tidak diperbolehkan karena memberatkan dan ada ketidakjelasan barang apa yang nantinya akan dibeli dari potongan harga/diskon yang kita peroleh. Misal mendapatkan poin kemduian ditukar dengan barang yang kita mau. Hal itu tidak boleh.