WARGASERUJI – Manusia adalah makhluk mulia yang Allah ciptakan. Dengan kemuliaannya mampu membuat sebuah kedigdayaan di muka bumi hingga bergetar ke seluruh alam. Tentu ketika Islam jadi pijakan hidupnya. Namun, apa jadinya jikalau manusia disamakan dengan benda dan menjadi budak bagi manusia lainnya? Terkhusus seorang wanita. Maka murka sang Penciptalah yang akan menyertai kehidupan di negeri ini.
Tindak Perdagangan Orang (TPO) adalah bentuk kezaliman di negeri ini. Karena merendahkan harkat dan martabat seorang manusia. Serta menyamakan manusia dengan benda mati demi keuntungan yg tak seberapa. Baru-baru ini tersiar kabar Tindak Perdagangan Orang (TPO) dengan modus yang semakin melecehkan kehormatan wanita.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat ada 29 perempuan jadi korban pengantin pesanan di China selama 2016-2019. Para perempuan ini dibawa ke China, dinikahkan dengan lelaki di negara tersebut, dengan iming-iming diberi nafkah besar. Namun, kata Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif, perempuan ini malah ‘dieksploitasi’ dengan bekerja di pabrik tanpa upah. (VOA, 24/06/19)
“Dia sama-sama kerja dari jam 7 sampai 6 sore. Kemudian ada lagi kerja tambahan merangkai bunga sampai jam 9 malam. Jadi dia kerja. Tapi dari pekerjaan-pekerjaan itu dia nggak dapat apa-apa. Semua upahnya itu ke suami atau ke mertua,” ujarnya dalam konferensi pers di LBH Jakarta. (VOA,24/06/19)
Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif di Kantor LBH Jakarta mengatakan, “Sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dan 16 orang perempuan asal Jawa Barat”. (Detikcom, 23/06/19)
Ada dugaan pengantin pesanan merupakan modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebab, ada proses yang mengarah ke perdagangan yang terencana. Ada pendaftaran, penampungan, ada pemindahan, sampai dikirim ke luar negeri.
Bobi menyebut korban dijanjikan akan menikah dengan orang kaya asal China dan iming-iming dijamin seluruh kebutuhan hidup korban dan keluarganya. Namun, sesampai di China, korban malah dipekerjakan dengan durasi waktu yang lama.
“Sesampainya di tempat asal suami, mereka diharuskan untuk bekerja di pabrik dengan jam kerja panjang. Sepulang kerja mereka juga diwajibkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan membuat kerajinan tangan untuk dijual. Seluruh gaji dan hasil penjualan dikuasai oleh suami dan keluarga suami,” lanjut Bobi. (Detikcom.23/06/19)
Kabar terbaru sejauh ini tiga korban yang sudah dipulangkan ke Indonesia. Masih ada 26 korban lain di China.
Na’uzubillah. Sungguh tega manusia zaman sekuler saat ini. Jangankan berbicara rumah tangga yang harmonis, sisi kemanusiaan pun sudah kandas.
Sudah berapa banyak kasus TPO di zaman sekuler kapitalis saat ini. Bukannya kasusnya selesai, namun malah berinovasi menjadi modus-modus baru. Parahnya lagi melecehkan ikatan sakral bernama pernikahan.
Yang sejatinya pernikahan adalah membangun persahabatan. Tapi ,apa yang kita lihat bukanlah demikian. Pihak kapitalis China dan Tiongkok merongrong WNI dan menyiksa lahir dan batin para WNI lebih hina dari zaman jahiliyah dulu. Mereka menjanjikan kesenangan dan kebahagiaan materi dengan tipu daya.
Apakah memang ini adalah jalan bagi para wanita untuk mencapai kebahagian dan kesejahteraan dunia?
Tidak sama sekali. Bahagia dan sejahtera memang butuh materi. Dan juga yang lainnya. Namun, bahagia dan sejahtera janganlah membutakan akal kita bahwa kita harus bisa bekerja dengan lelaki dalam semua hal.
Kesetaraan gender yang digaungkan kaum liberal bukanlah jawaban bahagianya seorang wanita. Menjadi WNI yang hidup dan bekerja di luar negeri tidaklah mudah. Kalau beruntung dapat majikan baik bersyukur. Namun jika dapat yang berakhlak tidak baik. Hidup pun serasa di alam neraka.
Maka, selayaknya harus ada pembenahan dari semua pihak mengenai Tindak Perdagangan Orang ini. Baik dari individu, yang tidak berpikir pendek bahwa bekerja di luar negeri akan menjamin kesejahteraan. Dari sisi keluarga dan masyarakat yang tidak langsung mempercayai lembaga-lembaga penyalur tertentu dengan pihak asing. Maupun dari sisi negara yang sangat ketat dalam menjalin kerjasama dengan pihak asing dalam hal ketenagakerjaan. Semuanya harus sejalan.
Karena TPO bukanlah hal baru, yang seyogyanya sudah teratasi sejak lama. Ternyata sistem ini tidak bisa untuk kita harapkan. Sangat mustahil berharap akan teratasi. Karena sistem ini bukanlah ciptaan Yang Maha Esa.
Maka jelas sekali, yang Maha Tahu bahagia dan sejahtera itu Alkhaliq wal Mudabbir yakni ALLAH SWT. Tidak ada yang luput dari Allah dalam hal pengaturan hidup manusia. Bahkan pengaturan baik hal pribadi maupun terkait pemerintahan.
Sungguh hina kita dan kehidupan kita ketika mencampakkan aturan hidup dalam bingkai Syariah Islam. Bukan bahagia dan sejahtera yang didapat. Malah hina dan sengsara dunia apalagi akhirat. Maka janganlah ragu wahai manusia-manusia mulia. Yang diberi akal. Dan dipermudah Allah dengan sandaran Alquran dan Assunah.