Warganet lagi heboh dengan kasus Vanesa, artis yang diduga terlibat dalam prostitusi on line dan terciduk di sebuah hotel di Surabaya.
Rupanya karena pernah foto bareng salah satu pasangan capres yang sedang naik elektabilitasnya , ada pihak yang berusaha menggoreng jadi isu.
Sayangnya gorengan ini berakibat pada munculnya tandingan yang menyusuri IG Vannesa yang ternyata pernah berpose sebagai yang mengaku paling Pancasila.
Saya baru tersadar dan tergerak menulis ini, karena sahabat saya yang paham dengan Pancasila Profesor Suteki, pengajar mata kuliah Pancasila mengunggahnya di group yang saya ikuti.
Judulnya sangat sederhana , hanya tentang ‘ Apem ‘ . makanan ringan yang sangat familier bagi ras etnis Jawa Tengah dan Jogjakarta yang tidak ada arti lain.
Agak lebih saru kalau di TV Lokal Surabaya disebutnya dengan ‘ apem gondrong ‘, dan tulisan Profesor Suteki menggelitik karena dihubungankan dengan mata kuliah yang dulu diampunya.
Begini uraiannya..
Dalam tradisi jawa, kita pasti mengenal kue yang satu ini. ‘apem’. Kue yang terbuat dari tepung beras yang didiamkan semalam dengan mencampurkan telur, santan, gula dan tape serta sedikit garam ke dalam adonan hingga akhirnya dipanggang dengan cetakan berbentuk bulat pipih.
Taruhlah anda ingin membuat 75 buah apem, maka bahannya adalah sbb:
1 kg tepung beras (saya pakai rose brand)
1/4 kg tepung terigu
750 gr gula pasir
1/2 kg tape singkong
1 bungkus fermipan
1,5 liter santan hangat
Ada referensi yang menyatakan bahwa apem itu tidak asli Indonesia. Ada beberapa daerah, negara yang memiliki kesamaan jenis makanan ini, dengan sedikit ‘Variasi Bentuk’, tapi hakikatnya sama, ya ‘apem’.
Beberapa sinonim ‘apem’ :
1. Apem.
Di Daerah Istimewa Jogjakarta, Apem biasa hadir pada upacara Tinggalan Dalem yang berupa Ambengan. Ambengan ini terdiri dari bermacam-macam makanan dan salah satunya Apem. Apem disini bermakna kemantapan hati Sri Paduka Paku Alam dalam menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan memelihara untuk keselamatan negara dan rakyatnya
2. Dosa.
Jika dilihat sekilas bentuknya memang seperti crepes, tetapi rasanya sama dengan Apem yang ada di Jawa. Dan Dosa sendiri telah ada sejak abad keenam sebelum masehi. Di Malaysia dan Singapura, kue ini dikenal dengan nama thosai.
3. Selanjutnya adalah Appam.
Ada 7 macam Appam yang bisa ditemui. Salah satunya adalah Appam yang sama dengan Apem. Di Tamil, Appam ini digunakan untuk persembahan dalam upacara Hindu, yaitu persembahan untuk Dewa Ganesha.
Lalu apa gerangan ‘ Apem Milenial’ ?
Apem, juga dikonotasikan dengan ‘kehormatan’ seorang wanita dan pernah dianalogikan sama dengan ‘Bando’ di Bukit Tinggi ketika Hakim Bismar Siregar R mengadili ‘Kasus Penipuan’, yang dilakukan oleh seorang pemuda.
Pemuda ini dengan bujuk rayunya telah memperdaya si gadis untuk menyerahkan ‘apem’-nya untuk dinikmati oleh pemuda ini, tetapi pemuda ini kemudian ‘cidera janji’ untuk bertanggung jawab.
Pembicaraan tentang jenis apem dan kenikmatannya dan sekaligus ‘perdagangannya’ tidak dapat dipungkiri telah melegenda, Dari zaman bahula hingga zaman milenial.
Di zaman milenial ini harganya tidak tanggung-tanggung. Mulai dari 25 juta hingga 100 juta sekali ‘ Celup’. Heran sekali, apa istimewanya hingga ‘harga, tarifnya’ mencapai ratusan juta?
Apakah siempunya telah mengemasnya sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan ‘Ekonomi Kreatif? Itukah ‘Apem Milenial’, yang telah menjalani ‘Proses Disrupsi’, .dan serba ‘on line’.
Ah, sudahlah..
Lebih baik menikmati ‘apem’ sebenar apem dari pada membayangkan ‘Apem Milenial’ , toh saya ini termasuk penganut aliran kebathinan, artinya cuma bisa ‘mbathin’ saja terhadap keinginan-keinginan.
Berapa tahun saya harus sisihkan uang 100 juta agar bisa menikmati ‘Apel’, eh salah..’Apem Milenial’, yang telah mengalami bifurkasi makna itu? Cukup dibathin, tidak perlu dirancang, apalagi yang nganeh-anehi.
Yang pasti, apel milenial tidak sesuai dengan Pancasila. Wah, apa hubungannya?
#AKUPANCASILA
#AKUSUKAAPEMBUKANMILENIAL