Ronda merupakan kegiatan swadaya masyarakat kampung untuk mengamankan lingkungan sekitar dari gangguan kamtibmas. Hampir seluruh wilayah negeri ini terbiasa dengan kegiatan tersebut. Memang masyarakat pedesaan umumnya telah mewujudkan kegotong-royongan dalam berbagai sendi kehidupan mereka.
Tidak hanya dalam kegiatan social ekonomi seperti membangun lumbung, empang dan jalan-jalan desa, namun dalam hal keamanan masyarakat terbiasa melakukan pengamanan secara swadaya. Tanpa diperintah, tanpa dibayar. Mengalir begitu saja. Paling hanya jadwal rondalah yang disepakati bersama agar semua warga dapat berpartisipasi di dalamnya. Tidak ada eker-ekeran layaknya anggota dewan maupun para terdidik diperkotaan yang berebut kursi kekuasaan. Masyarakat pedesaan terbiasa berkorban, tolong menolong dan saling membantu.
Jika ada warga yang ingin membangun atau memperbaiki rumah, para tetagga sudah berbondong-bondong datang membantunya. Para lelaki membantu bekerja terkait pekerjaan fisik pembangunan rumah, sedangkan ibu-ibu akan dengan sigap membantu kegiatan memasak sang tuan rumah. Biasanya si empunya hajat hanya menyediakan makanan saja, tidak perlu bayaran. Ga ada udur-uduran berebut  honor. Tidak ada yang ingin pencitraan. Semua dilakukan dengan ikhlas tanpa pamrih manusia.
Ronthek adalah singkatan dari ronda thetek. Biasanya dulu masyarakat keliling kampung diwaktu malam sambil membawa kenthongan bambu. Agar suara kenthong tidak monoton, lahirlah irama-irama tetabuhan yang mengasyikkan, enak didengar dan rancak. Bahkan tidak jarang lahir lagu-lagu gubahan hasil karya spontanitas peronda.
Agar budaya ronthek tersebut tidak menguap ditelan modernisasi zaman, Pemerintah Kabupaten Pacitan mendorong dan merangsang warga dengan menyelenggarakan festival ronthek. Festival yang diikuti oleh semua kecamatan ini tidak saja menjadi ajang nguri-uri budaya lokal, namun juga dikemas menjadi ajang wisata yang menarik. Kalau dulu ronda hanya membawa alat sederhana semacam kenthongan bamboo, dalam festival ronthek ini alat music sudah mengalami elaborasi yang pesat. Tidak hanya kenthongan namun sudah dipadukan dengan gamelan dan bahkan sound system yahud yang mampu menggetarkan penonton.
Kombinasi lain yaitu dengan polesan penari latar yang mengiringi tetabuhan gamelan dan kenthongan dengan kostum warna-warni yang menarik. Apalagi dengan kehadiran bunga desa selaku penari yang cantik menawan semakin menambah daya pikat acara festival.
Jangan tanya berapa biayanya, satu tim ronthek bisa menghabiskan dana lebih dari 50 juta rupiah. Hah…jumlah yang sangat fantastis..! benar. Biaya sebesar itu digunakan untuk sewa kostum, ornament dan dekorasi, pelatih tari dan tentu saja operasional selama persiapan. Memang butuh dana yang tidak sedikit, namun usaha pemkab tersebut patut juga diapresiasi mengingat semakin terpinggirkannya budaya lokal masyarakat kita. Tergerus budaya global yang terkadang sangat jauh dari tuntunan nilai moral yang dianut masyarakat.
Festival ronthek ini biasanya diadakan setiap moment peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia dan moment peringatan hari jadi Kab. Pacitan. Nah anda tertarik menyaksikan? Jangan lupa rencanakan jauh hari di kalender jalan-jalan anda. Selamat menikmati.