Hari ini tepatnya tanggal 2 Mei 2018, kita merayakan Hari Pendidikan Nasional, walaupun bukan tanggal merah dan bukan juga hari libur nasional. Hari istimewa ini akan diperingati oleh tidak hanya para guru dan semua mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan , tetapi seluruh masyarakat Indonesia.
Dunia Pendidikan akhir-akhir ini banyak menciptakan sejarah dari para siswa-siswa yang mengukir prestasi dunia dan para dosen juga peneliti turut mengukir prestasi di dunia. Dan belum lama ini juga, beberapa profesor dicabut gelar akademiknya karena melakukan plagiat dan lain sebagainya., sungguh ironis.
Belum lagi banyaknya permasalahan yang ditorehkan, dari permasalahan sertifikasi guru, tunjangan guru, nasib para guru honor , kualitas guru, fasilitas , gedung sekolah yang mengkhawatirkan hingga banyaknya kasus guru dengan siswa di sekolah.
Demikian juga dengan permasalahan pendidikan yang ada di perguruan tinggi, dimana dosen dituntut untuk lebih banyak meneliti daripada mengajar, jurnal internasional yang berstandar dunia seperti scopus dan lain sebagainya.
Namun yang paling mengenaskan dan tidak tuntas hingga saat ini adalah kasus dilemanya pengabdian guru di sekolah yang sering berbenturan dengan undang undang perlindungan anak. Padahal undang-undang perlindungan guru sudah ada sejak lama.
Namun kenyataanya guru sering terpojokkan dan disudutkan sebagai pihak yang bersalah, beberapa kasus yang terungkap di media secara tidak langsung memberikan signal yang cukup menyedihkan.
Guru sering menjadi korban, padahal guru adalah pekerjaan yang mulia di Indonesia, sehingga guru sudah sewajarnyalah patut dimuliakan, siapapun kita semua pernah dididik dan diberikan ilmu yang sangat bermanfaat sehingga kelak kita bisa sukses dan berkarier yang hebat.
Akhlak dan pribadi kita juga tidak lepas dari jasa para guru-guru kita. Sehingga peran guru sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Jasa guru terus melekat pada diri setiap warga negara yang pernah dididiknya.
Itulah sebabnya ketika mantan menteri Pendidikan Bapak Anies Baswedam mengatakan bahwa untuk menciptakan sumber daya manusia yang hebat, kata dia, diperlukan pula guru-guru yang hebat. Beliaupun memikirkan bagaimana dapat meningkatkan kesejahteraan guru pada saat itu.
Namun sayang fenomena saat ini sangat jauh dari yang tersebut di atas. Bukannya dimuliakan dan memiliki martabat tetapi nasib guru justru banyak menimbulkan persoalan. Guru serasa tidak dilundungin walaupun ada UU Perlindungan guru. Bahkan serasa mengancam ketika ada UU perlindungan anak, betapa tidak guru menjadi tidak bisa berbuat maksimal karena semua serba dibatasi.
Yang menjadi pertanyaan apakah UU Perlindungan Guru memang sekedar tulisan yang dibakukan namun sulit untuk ditegakkan? Sangat Menyedihkan apalagi kini banyak guru terancam penjara, diadukan bahkan meninggal di tangan siswa atau ancaman pihak-pihak tertentu ketika mereka memberikan hukuman padahal si siswa melanggar ketertiban atau kedisiplinan .
Apakah kita sepakat untuk menerima fakta ini di lapangan. Silahkan tanya hati kita masing-masing. Sanggupkah kita menerima kenyataan bahwa akhirnya guru terasa sekedar simbol di sekolah, mengajar secara standart, dan mendiamkan jika siswanya bertindak kurang ajar. Karena seperti yang telah diuraikan di atas UU Perlindungan Guru menjadi sulit ditegakkan, jika akhirnya guru memberikan hukuma kepada siswanya karena berbenturan dengan UU Perlindungan Anak
Dikaitkan dengan UU Perlindungan Anak karena Guru adalah pendidik yang mengajar siswa yang masuk dalam usia kategori anak-anak , yakni sekitar usia 5 tahun – 17 tahun, dimana pada usia ini siapapun tidak bisa diberi hukuman terutama dimasukkan ke dalam penjara.
Karakter Siswa dan Martabat guru
Bagaimana karakter siswa kita kini, ketika guru tidak lagi memiliki martabatnya untuk memberikan hukuman yang setimpal kepada siswa? Bahkan larangan gurupun diindahkan , karena mereka tahu guru kini tidak berani untuk menghukum mereka .
Salah satunya adalah masih maraknya para siswa tingkat akhir di SMA, yang hingga kini tetap melakukan coret menyoret di bajunya ketika selesai ujian, miris menyaksikannya, bahkan para siswa ini seperti tidak memiliki rasa malu lagi dihadapan umum.
Mereka tidak hanya melakukan corat coret di baju di tempat yang sewajarnya, tetapi di daerah-daerah terlarang disentuh oleh lawan jenispun dilakukan para siswa ini.
Bahkan ada yang membelah roknya yang panjang ke atas hingg ke paha, bahkan ada yang memotongnya menjadi pendek. Belum lagi aksi-aksi memuakkan yang mereka lakukan seperti berciuman bahkan berpelukan dengan lawan jenisnya pun diphoto secara sengaja, yang membuat kita hampir menjerit melihat keberaniannya di tempat umum.
Inikah gambaran siswa kita masa kini? Mirisnya lagi kini diikuti para siswa SMP yang masih sangat mudah tetapi sudah bertindak bak orang dewasa. Mencorat coret baju, naik kendaraan dengan lawan jenisnya berkelompok yang menganggu lalu lintas, persis meniru para seniornya di SMA.
Para SMA ini telah memberikan contoh pembelajaran yang menarik buat mereka. Memilukan sangat , siswa-siswa SMP ini seperti lepas kendali sama dengan seniornya di SMA. Lucunya, jika dahulu para siswa SMP tidak dibolehkan naik kendaraan roda dua.
Tetapi kini apakah kini polisi kita sudah takut dengan anak SMP atau SMA sehingga kini semua orang bisa naik kendaraan tanpa SIM, tanpa helm bahkan masih di SD bisa leluasa menaiki kendaraan, tanpa ditilang. Kasihan sekali Republik ini, polisinya rata-rata penakut tidak berani mengambil tindakan.
Sehingga orang bebas melanggar lalu lintas . Ketika para anak-anak ini melakukan konvoi merayakan kegembiraannya selesai ujian akhirnya, si polisi seolah mengizinkannya. Bahkan ada yang melihat para siswa ini melakukan photo-photo di jalan umum yang membuat macat kendaraan, Para polisi hanya melihat saja.
Kita bisa memastikan para siswa yang melakukan ini memang tidak berniat menjadi orang hebat kelak, mereka lah mungkin yang akan menjadi karyawan bawahan di negeri ini, mereka yang nanti kerjanya hanya disuruh-suruh, sehingga dia menyia-yiakan hidupnya dengan perbuatan yang memalukan tetapi mereka tidak memiliki rasa malu.
Fenomena apakah ini? Inilah salah satu akibat martabat guru sudah semakin dikucilkan. Karena dimasa lalu, jangankan mencorat coret baju, datang terlambat ataupun tidak membuat PR dan tugas lainnya yang diberi guru, apabila kita tiak lakukan, para siswa udah ketakutan.
Bahkan di zaman-zaman dahulu, jika para siswa jumpa dengan gurunya, mereka sungguh ketakutan, hingga sembunyi-sembunyi apalagi melakukan perbuatan terlarang , seperti konvoi dan corat coret. Karena kini para siswa ini tidak takut oleh siapapun, karena guru tidak bisa melarang mereka, sehingga guru tidak bisa menghukum mereka.
Jadi jika siswa melakukan hal-hal negatif, siapa lagi yang berhak memperingatkan siswa kalo bukan guru? Berharap kepada orang tua? Orang tua di zaman revolusi industri 4.0, memang beda jauh dengan orang tua dahulu, orang tua kini menyerahkan anaknya dididik di sekolah tetapi tidak boleh dihukum.
Bahkan dalam aksi corat coret kemarin ada orang tua yang mengizinkan anaknya melakukan tindakan tersebut, dengan alasan yang tidak masuk akal, senada dengan orang tua yang satunya lagi ketika anaknya diadukan karena melakukan aksi corat coret yang agak kelewat, orangtuanya Cuma senyam senyum.
Duh, orang tua di zaman revolusi indsutri 4.0, begitu sempit, dangkal dan tidak memiliki beban nasib anaknya di masa depan, yang sibuk utamanya mempercatik tubuh dan wajahnya saja.
Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut tidak khawatirkah kita dengan masa depan bangsa ini. Akankah kita masih berharap kepada mereka yang tidak memiliki rasa malu untuk menjadi pewaris negeri ini. Kepada merekakah kita akan titip negeri tercinta ini?
Marilah kita bersatu menyadarkan semua pihak bahwa akhlak, karakter siswa adalah yang paling utama untuk menciptakan generasi bangsa masa depan berkualitas, dan guru muliakan dia sebagaimana seharusnya. Martabat guru perlu dijaga , salah satunya adalah untuk UU Perlindungan Guru, bukan UU Perlindungan Anak semata. Untuk mengembalikan citranya sehingga mampu menciptakan siswa-siswa generasi bangsa berkualitas di masa datang. sebagai pewaris negeri tercinta ini. Untuk Indonesia Jaya dan Bermartabat.