Ini bukan tentang kampusku kampus perjuangan melawan penguasa.
Ini tentang apa yang tengah diperjuangkan saat itu dan saat ini. Samakah?
Jika saat itu para senior kalian melawan rejim penguasa (baca: Order Baru/Orba), maka kini pun tampaknya masih sama yaitu melawan rejim penguasa. Apanya yang beda? Sekarang pun kami berseberangan dg mereka, sang penguasa. Kami resah melihat rakyat tertindas. Kami terganggu melihat petani miris menyaksikan harga panen mereka hancur karena dibanjiri produk impor. Segala-segala impor, sampai kuli panggul pun impor. Utang yang menggunung dalam waktu yang relatif singkat, bahkan Menteri Keuangan pun menyatakan setiap manusia Indonesia, termasuk bayi yang baru lahir, sudah menanggung utang sebesar 13 juta rupiah. Ada apa dengan negara kita saat ini? tidak kah tertanyakan oleh kalian? Justru kalianlah yang sepertinya telah melupakan ghirah perjuangan bersama rakyat Indonesia. Padahal kalian paling rajin teriak NKRI harga mati!
Bersama kami ada ulama yang dikriminalisasi, ada masyarakat yang hak asasinya dikebiri, ada muslimin yang dipersekusi. Bersama kami ada banyak para ahli yang analisanya lebih mendekati realita ketimbang mimpi, dibanding para ahli yang jadi pembuat kebijakan yang justru membuat rakyat terasa bagai anak tiri. Sangat jelas teman, Â rejim penguasa saat ini bukan rejim Orba yang sangat kalian benci. Rejim Orba sudah mati.
Bersama kalian ada mereka yang senang plagiasi, mereka yang senang menebar hoax halusinasi, ada yang senang melecehkan Al Quran dan tidak percaya As Sunnah Nabi shalallahu alaihi wasallam. Di antara mereka, ada yang senang menebar janji, ada yang senang memberi labelisasi dan stigmatisasi, semua hal yang bagi kaum muslimin terasa menyakiti hati.
Sesungguhnya tidak bisa bersatu minyak dan air, kecuali memang berasal dari jenis yang sama, itu pasti.
Rejim Orba sudah mendapat peer mereka, mahasiswa jaman itu. Kini bukan jaman Orba, kalian tahu persis rejim mana yg berkuasa saat ini.
Sebagian dari kalian berpangkat, berjaya di bawah rejim sekarang dan seakan lupa tata cara memperlakukan orang, bahwa tidak semua yang berbeda harus mendapat stigma.
Sungguh ironis, sebagian besar kalian lahir, hidup, makan, sekolah mulai TK sampai selesai kuliah dengan modal uang orang tua yang punya jabatan atau bekerja di jaman Orba. Hingga kalian ini hidup mapan sampai sekarang. Lupakah kalian bapak-bapak kalian bahkan ada yang pernah jadi direksi BUMN papan atas negeri ini, lantas kenapa sekarang lantang sekali mulut kalian meneriakkan anti Orba, penuh benci.
Lupakah sewaktu bapak kalian jadi pejabat di kementrian keuangan, orang berpangkat di ketentaraan, dan kementrian-kementrian lainnya. Kalian bertebaran teman, warga kelas mapan di jaman Orba. Tetiba kini kalian berteriak-teriak macam orang kesurupan. Anti Orba, jangan kasih bangkit Orba, dan semisal.
Kami hanya melongo menonton kalian kesurupan arwah para pembenci Orba. Meski kami bukan anak pejabat di jaman Orba, tapi kami tidak pernah menganggap perlu menghujat rejim yang kita telah hidup di jaman itu hingga dewasa. Berpikirlah dua kali sebelum terus menghujat, di dalam darah kalian itu pernah mengalir makanan hasil keringat orang tua kalian yang mungkin sekali termasuk dalam para petinggi jaman Orba.
Jadi, yang bagian mananya dari Orba yang bikin kalian ini sakit hati, menyimpan dendam kesumat kepada Orba yang tidak terobati?
Sejarah mencatat kudeta yang dilakukan PKI. Berkali-kali negeri ini dicobabelokkan ke kiri, lagi, lagi dan tampaknya ingin lagi dan gagal lagi. Orba lahir sebagai buah dari penumpasan sebuah kudeta gagal yang mengorbankan enam jenderal dan satu kapten sebagai tumbal revolusi. Ya, kudeta gagal saat itu. Itukah yang membuat kalian meradang dan sedikit-sedikit menyinggung kebangkitan Orba, demikian alerginya.
Tahun 98 tampaknya sebuah momentum penting bagi burung Nazar dari barat dan Naga dari timur. Sang Nazar siap menyantap negeriku tercinta yang sudah terkapar di atas meja makan, lengkap dengan pisau dan garpu, sementara di sisi lain meja, sang Naga pun sudah menyiapkan sumpit di jari.
Itulah peristiwa reformasi yang berujung lengsernya seorang negarawan yang telah berkuasa selama 32 tahun. Rejim Orba telah tumbang kawan.
Sejarah dari masa ke masa menunjukkan PKI (atau nama lainnya di masa sebelum kemerdekaan RI) akan selalu menumpang dalam kegelapan. Momen itu tiba, peristiwa Reformasi tahun 1998. Tidak lama setelah itu, pendidikan moral Pancasila pun sudah menghilang, kolom agama di KTP pun hendak dikosongkan, era tampilnya pernyatan terang-terangan bahwa agama itu candu sampai ulama pun banyak dipersekusi. Adu domba dan fitnah kembali memenuhi langit dan bumi Indonesia, konon sangat mirip dengan situasi tahun 65an.
Bagaimana tidak resah hati ini menyaksikan pemimpin kita lebih senang dibuai kisah Kho Ping Ho dan Sinchan daripada mengkaji memori suram potensi ancaman kebangkitan mahluk yang telah lama dinyatakan mati suri. Tap MPRS XXV tahun 1966 masih ada tapi jiwanya sudah sirna, dibungkam politisi.
Kembali kami tanyakan kalian, ada apa dengan Orba? Apakah orang tua kalian termasuk yang dikirim ke pulau buru? Apakah ibu, bapak, kakek, nenek, kerabat kalian dihukum mati saat kudeta gagal itu terjadi? Tidak?
Lantas untuk apa segala kebencian dan dendam kesumat ini selalu kalian umbar kepada Orba?
Selalu kalian tuduhkan bahwa kami berusaha membangkitkan rejim Orba yang sudah mati padahal yang kami inginkan dan perjuangkan hanyalah agar martabat bangsa yang besar ini kembali. Tidak semua tentang Orba teman, masa depan bangsa ini jauh lebih penting daripada sekedar menghidupkan rejim yang telah usai. Berbeda pilihan politik dengan kalian tidak melulu diartikan kami ingin menghidupkan Orba. Tidak ada paksaan dalam selera politik (yang tidak terlarang), bagi kalian capres kalian, bagi kami capres kami. Jangan pernah lagi kalian kaitkan kami dengan Orba, sebagaimana kami yakin kalian pun tidak ingin dikaitkan dengan PKI.
Sungguh perilaku kalian berlawanan dengan akal sehat dan hati nurani.