Kalau saya ditanya:
“Apa sudah pernah kenal dengan Prabowo?”
Saya jawab: “Belum pernah ketemu”
“Apa sudah kenal dengan Sandiaga?”
Saya jawab: “Pernah bertemu sekali sekitar satu jam, di Bandara Abdurrahman Saleh, Malang itupun bersama orang banyak”.
Kalau saya ditanya: “Kenapa sampeyan kok tampaknya mendukung Prabowo-Sandi dalam pilpres 2019 nanti ?”
Saya jawab: “Karena saya ingin ada perubahan untuk kondisi bangsa ini”
Andaikata ada pilihan lain lebih bagus daripada Prabowo-Sandi yang menjadi rival Jokowi-Ma’ruf, maka pilihan saya kepada Prabowo-Sandi, bisa saja saya pikir ulang atau minimal untuk bahan pertimbangan saat berada di bilik coblosan.
Yang namanya ingin perubahan itu tentu harus memilih sesuatu yang baru. Termasuk pada pilpres tahun ini, jadi bukan sekedar mengganti wakil presiden dengan figur yang baru.
Tentunya macam-macam cara seseorang yang menginginkan adanya perubahan, adakalanya dengan mencari lingkungan yang baru. Bahkan saat ini lagi ngetrend istilah berhijrah, mengadopsi istilah Hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah menuju Madinah. Ada sekelompok anak muda yang bertato pada tubuhnya, lantas ramai-ramai menghapus tatonya itu karena ingin berhijrah. Tujuannya agar ada perubahan pada dirinya ke arah yang jauh lebih positif.
Untuk situasi perekonomian di negara kita, tentunya saya sangat menginginkan ada perubahan yang signifikan. Karena saya merasakan sendiri betapa berat menanggung beban kehidupan dengan adanya kenaikan harga di hampir semua sektor perdagangan.
Kebetulan saya juga mempunyai tanggungan memberi nafkah keluarga dan beberapa santri pesantren dari kalangan fakir-miskin.
Dulu di saat presidennya masih Pak SBY, Alhamdulillah banyak donatur yang rajin menyalurkan hartanya lewat saya, khususnya untuk anak didik saya di pesantren yang saya kelola.
Nah, pasca Presiden SBY lengser, kemudian mulai banyak terjadi gonjang-ganjing dalam dunia perekonomian nasional, hingga mulailah beban itu semakin terasa berat, tentunya bagi seluruh kalangan.
Sebenarnya, saya sendiri tidak begitu paham tentang dunia perekonomian itu sendiri. Namun karena banyak dari para donatur yang ijin mengundurkan diri sebagai donatur tetap, maka sayapun jadi tahu bagaimana hakikatnya kondisi perekonomian nasional saat ini.
Karena, rata-rata dari kawan-kawan yang aslinya ahli shadaqah dan sangat dermawan untuk ikut memikirkan para santri fakir-miskin itu, mereka mengatakan jika usaha mereka banyak yang kondisinya menurun bahkan banyak yang hampir kolaps, karena itulah mereka belum dapat membantu lagi.
Alhamdulillah, Allah masih menyertai hamba-Nya yang terus berusaha dan bertawakkal. Karena dalam kondisi keterpurukan yang demikian itu, ternyata Allah mentaqdirkan saya bisa mendapatkan ganti sumber ma’isyah yang dapat dipergunakan untuk menopang kebutuhan rumah tangga serta kebutuhan para santri pesantren.
Namun, jika mengingat perjuangan ke depan untuk dapat mencetak anak didik agar bisa ‘JADI’ dan sukses di masa depan mereka, tentu saya ingin sekali ada perubahan dalam kepemimpinan nasional, dengan harapan agar perekonomian masyarakat bisa pulih kembali seperti sediakala.
Saya berharap jika Prabowo-Sandi menang, maka yang pertama harus dibenahi adalah dunia perekonomian masyarakat bahkan hendaklah dijadikan prioritas utama.
Sebagai insan pesantren dan insan dakwah, saya tidak terlalu berandai-andai jika Prabowo-Sandi terpilih lantas jalan dakwah akan menjadi mulus atau sukses secara spontan, tapi bagi saya masih ada secercah harapan dari Prabowo-Sandi, karena keduanya terikat dengan Kontrak Politik di depan Ijtima’ Ulama 212, maka saya berharap dan berdoa agar ke depan, jalan dakwah lebih dapat dihormati dan diperhatikan syukur-syukur diajak bersinergi oleh pihak pemerintah, karena dunia dakwah yang ikhlas itu akan selalu mengarah kepada kebaikan bagi seluruh umat manusia dimanapun berada, apalagi terhadap bangsa sendiri.