WARGASERUJI – Dalam sebuah diskusi, Henry Supranto menyebut bahwa dengan magot dan cacing, bisa menjadi solusi masalah sampah. Henry Supranto sendiri menciptakan alat yang ia beri nama “Kandang Three In One”, sebuah kandang lalat magot yang bisa digunakan secara praktis dalam skala rumah tangga berbasis komunitas.
Demikian pula, Puji Heru Sulistyo menciptakan reaktor cacing, yang bisa ditempatkan diperkarangan rumah dan halaman, sama-sama mampu mengolah sampah organik hasil rumah tangga. Keduanya, sama-sama berskala rumahan, sama-sama bisa diterapkan berbasis komunitas.
Dua penemuan oleh peneliti non akademisi ini menunjukkan bahwa sampah bukanlah masalah, melainkan sumber daya. Ini seharusnya menjadi shock therapy bagi semua pihak, sesungguhnya sampah itu bukan beban. Karena tidak diolah, maka sumber daya hanya terbuang percuma.
Untuk membangun kesadaran dalam skala komunitas, Sumber Daya Sampah (SDS) seharusnya dilihat nilai ekonomisnya. Berapa modal yang harus dikeluarkan oleh sebuah komunitas dan berapa nilai keekonomian yang didapatkan, menjadi dasar semangat mengembangkan komunitas sadar sampah.
Sebagai contoh. Sampah yang dibuang dari aktifitas rumah tangga dipilah terlebih dahulu. Sampah kertas, botol plastik, dan barang logam bisa disisihkan pertama kali karena memiliki nilai jual. Katakan saja, Sampah Jual. Salurannya nanti ke pengepul barang rongsok. Nilai ekonomisnya ada di harga jual.
Sisanya, diolah menggunakan cacing dan magot. Hasil pengolahan yang bernilai ekonomi diantaranya cacing, magot dan tanah kompos.
Batas Psikologis
Masalah sampah yang perlu dipecahkan adalah batas psikologis dari kata sampah itu sendiri. Sampah selalu berkonotasi dibuang, bukan dimanfaatkan. Akhirnya, manusia hidup tanpa siklus, menghabiskan sumber daya tanpa memperbaharuinya.
Gerakan pengolahan sampah dengan magot dan cacing bisa menjadi jalan pembelajaran akan kewajiban manusia menjaga siklus hidup bersama-sama selaras dengan kelestarian alam.
Kemudian, sampah identik dengan kotor dan penyakit. Hal ini membuat persepsi negatif terhadap orang-orang yang bekerja dengan sampah. Akhirnya, hanya sedikit yang mau. Perlu ada edukasi, juga peningkatan penghargaan melalui standarisasi proses pengolahan sampah, sehingga pekerja pengelola sampah meningkat citranya.