WARGASERUJI – Pemberian grasi kepada Neil Bantleman, mantan guru Jakarta Intercultural School (JIS) pelaku pedofilia disesalkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Grasi yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo, menurut anggota KPAI Putu Elvina merupakan lembaran hitam terhadap upaya perlindungan anak di Indonesia.
Bentleman seorang terpidana kasus pelecehan seksual siswa JIS dengan hukuman 11 tahun penjara di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung. Setelah mendapatkan grasi,berkurang dari 11 tahun menjadi 5 tahun dan 1 bulan penjara serta denda Rp 100 juta. Bahkan ia telah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cipinang sehak 21 juni 2019, dan dipulangkan ke negara asalnya. Dikutip dari cnnindonesia.com, (13/7).
Padahal kasus pelecehan seksual siswa JIS menjadi komitmen pemerintah memberi perlindungan pada anak-anak. Elvina mengatakan, pemberian grasi kepada terpidana kasus pelecehan seksual bertolak belakang dengan upaya pemerintah tersebut. Kembali memberikan gambaran pada kita bahwa lemahnya negara menghadapi pelaku kiriminal terutama warga asing.
Kasus pedofilia makin marak terjadi karena tidak ada hukum yang tegas kepada pelakunya. Meskipun pada faktanya, pedofilia merupakan penyakit menular yang membahayakan moral dan kualitas generasi masa depan.
Menjadi pertanyaan bagi kita, bagaimana negara sejauh ini berperan dan menjalankan fungsinya secara optimal dalam memberikan rasa aman, pembinaan keimanan dan memberikan sanksi tegas terhadap berbagai tindakan kriminal pada anak-anak. Karena kasus kekerasan terhadap anak kini dapat dianggap sebagai bencana nasional.
Menghentikan jatuhnya korban dari tindakan pedofilia harus dilakukan dengan serius. Perlindungan menyeluruh bagi anak dari tindakan kekerasan baik seksual, fisik, maupun psikis mengharuskan negara membuat evaluasi menyeluruh atas kebijakan terkait berjalannya fungsi keluarga, adanya linkungan yang kondusif, kurikulum pendidikan yang sejalan, serta penegakan hukum.
Sementara penjagaan yang dilakukan oleh negara, yang menerapkan hukum-hukum Islam, peluang terjadinya tindak kekerasan pada anak akan dapat dihentikan. Sejarah gemilang peradaban Islam terbukti menjamin hak-hak anak generasi penerus Islam. Sistem hukum, sosial dan politik ekonominya berpadu menjaga dan menjamin tumbuh kembangnya generasi emas yang kuat, produktif dan bertaqwa.
Sudah selayaknya negera melakukan evaluasi secara total, tidak hanya kebijakan namun sistem yang melahirkan kebijakan tersebut. Jika sistem Islam telah memiliki visi penyelamatan generasi dengan menerapkan hukum pencegahan dini, lantas mengapa tidak diambil dan juga diterapkan di negeri ini?
Oleh : Rindyanti Septiana S.Hi
(Pegiat Literasi Islam & Jurnalis Muslimah Medan)