SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Pernikahan dini dan Dekadensi Generasi

Pernikahan dini dan Dekadensi Generasi

WARGASERUJI – Undang-Undang tentang usia pernikahan yang dirancang oleh DPR dan Pemerintah telah menemui titik temu, untuk sementara sepakat usia pernikahan terendah adalah 19 tahun. Hal itu telah diputuskan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I Panitia Kerja (Panja) DPR RI Revisi Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bersama pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA).

Bahwa, kedua pihak sepakat untuk merevisi secara terbatas Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan terkait batas usia minimal pernikahan. Diketahui, pasal tersebut saat ini memuat ketentuan bahwa batas minimal usia pria kawin adalah 19 tahun dan batas minimal usia wanita adalah 16 tahun.

“Sudah ada kesepakatan dengan pemerintah jadi [usia] 19 [tahun],” kata Anggota Panja Revisi UU Perkawinan DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo.

Direvisinya UU pernikahan oleh pemerintah dan DPR tak lepas dari dorongan Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie karena menurutnya jika terjadi pernikahan dini pada usia dibawah 19 tahun, wanita khususnya akan rentan mendapatkan kekerasan.

Namun, jika bebicara data, usia pada saat menikah bukanlah penyebab utama terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Pengaduan langsung ke Komnas Perempuan juga menunjukkan kasus kekerasan rumah tangga masih tinggi yaitu 903 kasus, dari total 1.022 pengaduan. Pengaduan yang datang melapor itu perempuan dari berbagai golongan, status-status sosial ekonomi, etnis, level pendidikan, berbagai usia dan agama juga, profesi juga beragam.

Hal ini membuktikan bahwa usia bukanlah faktorr utama yang menyebabkan kekerasan terjadi yang artinya juga pembatasan usia pernikahan pada perempuan bukanlah solusi. Melegalkan pacaran pada generasi muda dan mencegah pernikahan dini merupakan sesuatu yang dapat merusak generasi di tengah dekadensi moral.

Sejatinya manusia itu memiliki yang namanya gharizah nau’ artinya rasa ingin melanjutkan keturunan salah satu contohnya adalah rasa mencintai terhadap lawan jenis. Islam adalah satu-satunya solusi untuk merealisasikan rasa cinta tersebut dengan benar. Di mana di dalam Islam merealisasikan cinta itu adalah dengan menikah.

Sebelum menikah, seseorang haruslah sudah siap secara fisik, mental, bertanggungjawab, memiliki  ilmu tentang pernikahan yang di dalamnya terkandung hak dan kewajiban pasangan serta memiliki hubungan yang baik dengan sang pencipta. Dan apabila seseorang sudah beberapa memiliki hal ini, maka sudah pantas baginya untuk menikah tanpa perlu memperhatikan usianya.

Namun, jika rasa cinta itu sudah ada tetapi sesorang belum sanggup untuk menikah maka ada solusi lain yaitu puasa dan menundukkan pandangan. Islam  telah mengatur interaksi sosial antara laki-laki dan perempuan, adapun interaksi yang diperbolehkan yaitu jual beli, pendidikan, dan kesehatan.

Wana Rumana
Mahasiswa FKIP UMSU

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER