WARGASERUJI – Hentikan kekerasan terhadap anak!. Seruan itu sejak lama menjadi slogan setiap anak di dunia untuk mengingatkan kita tentang perlindungan dan hak-hak mereka sebagai seorang anak. Perlu diingat, di Indonesia sendiri, 30% persen dari penduduknya adalah anak-anak yang jumlahnya sekitar 82.500.000 jiwa.
KomisiĀ Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terus menerima laporan kekerasan terhadap anak dari berbagai daerah di Indonesia, tak ada ujungnya. KPAI mencatat setiap tahun terjadi 3.700 kasus kekerasan terhadap anak. Hal ini berarti dalam setiap harinya terjadi 13 hingga 15 kasus kekerasan terhadap anak.
Angkanya terus meningkat setiap tahunnya, seakan tindakan dan solusi perlindungan anak dari pemerintah saat ini tidak ampuh untuk meminimalisasi angka kekerasan anak, apalagi memusnahkannya. Angka itu pun baru kasus yang dilaporkan ke KPAI. Padahal, banyak lagi kasus di daerah-daerah yang tidak dilaporkan akibat tidak memahami aturan, dan atau takut akibat ancaman. Jadi, kekerasan terhadap anak ini seperti fenomena gunung es kalau dibiarkan akan membahayakan masa depan anak-anak dan bangsa ini.
Bahkan KPAI memiliki data dari 2018 tercatat 445 kasus, jumlah tersebut meningkat hampir 100 kasus dibanding tahun lalu, 338 kasus, dan dua tahun lalu yang hanya 327 kasus.Ā Kekerasan terhadap anak semakin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas, kualitas dalam arti modus, bentuk dan jenis kekerasan terus berkembang.
Dari segi pelaku kekerasan, data menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak dalam kenyataannya dilakukan oleh orang-orang terdekat, sehingga tidak juga dapat mengharapkan kondisi keamanan anak yang lebih terjamin dengan upaya protektif secara materiil, sekadar pemahaman, dan atau atensi lebih ketat dari masing-masing orang tua.Ā Hal ini memberi pesan agar masyarakat mengetahui bahwa kekerasan terhadap anak bukanlah suatu peristiwa yang tidak berdasar, tetapi memang betul-betul terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Upaya Pemerintah dengan mencanangkan Kota Layak Anak dan intruksi lainnya ternyataĀ belum mampu menyentuh akar persoalan. Sungguh, munculnya berbagai kasus kekerasan baik seksual, fisik, maupun psikis di masyarakat lebih dilatarbelakangi oleh media dengan berbagai tayangan yang non-edukatif dan lemahnya kontrol masyarakat.
Negara sejauh ini juga tidak berperan dan menjalankan fungsinya secara optimal dalam memberikan rasa aman, kesejahteraan, pembinaan keimanan, dan pencerdasan sosial, serta memberikan sanksi tegas terhadap berbagai pelanggaran.
Kasus-kasus kekerasan terhadap anak kini dapat dianggap sebagai bencana nasional. Sedang program pemerintah kini bila dicermati, lebih banyak mengembalikan tanggung jawab perlindungan anak dari kekerasan kepada orang tua dan keluarga.
Tanggung jawab pemerintah seolah cukup diwujudkan dengan pemberian sanksi yang lebih berat pada pelaku kejahatan, dan pemberian fasilitas agar korban kekerasan mendapatkan bantuan pengobatan dan pemulihan kondisi mental. Menghentikan kekerasan pada anak harus menghentikan penyebab utamanya.
Persoalan kekerasan ini adalah buah dari penerapan sistem demokrasi sekuler, yang hanya melahirkan kerusakan dan kebobrokan di semua lini kehidupan. Tidaklah cukup menyelesaikan masalah ini hanya dari satu sisi, misalnya larangan memberi pada pengemis, pendidikan seks pada anak semenjak dini, atau memperberat hukuman bagi para pelaku.
Solusi-solusi yang saat ini ditawarkan belum teruji dan tak memutus rantai persoalan. Bahkan terbukti mandul dalam menghentikan kekerasan pada anak. Untuk mengatasi berbagai problematika umat saat ini haruslah ada perubahan Ā sistem yang saat ini diterapkan untuk diubah menjadi sitem yang bisa memberi rahmat bagi seluruh alam yaitu Khilafah Islamiyah.
Perlindungan menyeluruh bagi anak dari tindak kekerasan baik seksual, fisik, maupun psikis, mengharuskan negara membuat evaluasi menyeluruh atas kebijakan terkait berjalannya fungsi keluarga, adanya lingkungan yang kondusif, kurikulum pendidikan yang sejalan, serta penegakan hukum.
Ini artinya, negaralah pihak yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan sistem yang akan memberi perlindungan seutuhnya bagi anak. Bila sistem demokrasi sekuler yang berjalan saat ini terbukti hanya melahirkan maraknya kekerasan terhadap anak, selayaknya sistem ini dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat yang mayoritas muslim ini.
Peran Negara
Negara adalah institusi tertinggi yang memiliki tanggung jawab untuk melindungi rakyatnya. Ibaratkan sebuah tameng, negara akan menghalau segala hal yang dapat merusak atau membahayakan negerinya dan setiap orang yang ada di dalamya. Selain itu,Ā Negara juga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan suasana aman dan tentram bagi seluruh warga negaranya.
Abai dan lengahnya negara di dalam melakukan kontrol terhadap rakyat dapat mengakibatkan keresahan di mana-mana. Apalagi jika Negara bersifat tidak selektif terhadap segala budaya dan tsaqafah yang masuk ke tengah-tengah masyarakat maka pasti akan berbuntut pada terjadinya kerusakan di masyarakat. Baik kerusakan moral, akhlak, pendidikan, agama, keluarga, dan sebagainya.
Dengan penjagaan yang dilakukan oleh negara yang menerapkan hukum-hukum Islam, maka peluang terjadinya tindak kekerasan pada anak akan dapat dihentikan.Sejarah gemilang peradaban Islam terbukti menjamin hak-hak anak generasi penerus Islam. Sistem hukum, sosial dan politik ekonominya berpadu menjaga dan menjamin tumbuh kembangnya generasi emas yang kuat, produktif dan bertaqwa.
Maka siapapun yang ingin mewujudkan kemuliaan bagi generasi,hendaknya bersungguh-sungguh memenuhi perintah Allah untuk berjuang menegakkan seluruh syariat dalam naunganĀ daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu aālam bishawab
Oleh : Rindyanti Septiana S.Hi
Pegiat Literasi Islam & Jurnalis Muslimah Medan