Wa idzaa hakamtum bainan naasi an tahkumuu bil adl (apabila kalian memberi hukum di tengah halayak, maka putuskanlah dengan seadil-adilnya). Potongan ayat ini selaras dengan hadits Nabi SAW: Tujuh golongan yang kelak mendapatkan perlindungan di hari yang tiada perlindungan kecuali perlindungan Allah, yaitu pemimpin yang adil dst. (HR. Bukhari Muslim).
Keadilan adalah ibarat cahaya yang bersinar, supremasi hukum yang tegak, petunjuk jalan menuju kebenaran hakiki, dan tameng dari kondisi terjadinya kekacauan di muka bumi.
Keadilan seorang pemimpin suatu negeri, adalah sumber kemakmuran bagi negeri itu, sumber keamanan bagi masyarakatnya, penyebab turunnya keberkahan dari Yang Maha Kuasa, yang dapat membersihkan hati setiap penduduk yang hidup di negeri itu.
Keadilan seorang ayah dalam memimpin rumah tangganya, menjadikan tumbuhnya pandangan positif dari anggota keluarganya, hingga seluruh anggota keluarga itu dapat merasakan nikmatnya memiliki kepala rumah tangga yang bijaksana, pengayom, harmonis, kasih sayang merata, serta yang dapat mempertimbangkan lahirnya sebuah kebijakan sesuai dengan standar keadilan yang semestinya, dan sesuai dengan kondisi masing-masing dari anggota keluarga.
Seorang ayah yang selalu berlaku adil sesuai standar agama dalam mengayomi rumahtangganya, akan menjadikan seluruh anggota keluarga merasa hidup nyaman dan tentram di dalam rumah, sehingga seluruh problematika yang mereka hadapi dalam hidup bermasyarakat, dapat terselesaikan di dalam rumahnya dengan penanganan yang baik dan benar. Dengan demikian terciptalah situasi rumah tangga yang Baiti jannati (rumahku adalah sorgaku).
Keadilan seseorang dalam urusan harta benda juga perlu untuk dibangun pada setiap jiwa muslim. Sedangkan maksud keadilan dalam urusan harta, adalah bagaimana cara seseorang untuk mendapatkan harta secara halal, dan cara menyalurkannya juga sesuai tuntunan syariat.
Orang yang memiliki harta dan sudah mencapai nishab wajib zakat, maka dengan membayar zakatnya di saat itu adalah termasuk sifat adil sesuai yang diperintahkan oleh Allah. Demikian juga keadilan itu dapat diraih oleh para aghniya, dengan cara menginfaqkan atau menyedekahkan sebagian rizqinya kepada pihak lain yang sedang membutuhkan bantuannya.
Keadilan dalam bermasyarakat juga diperintahkan oleh syariat, antara lain sifat kepedulian dalam hal menghormati hak tetangga dan saling menjaga kemaslahatan lingkungan demi kenyamanan hidup bersama. Sebagaimana dikatakan: summiyal insaanu insaanan li unsihi (dinamakan manusia itu insan, karena membutuhkah lingkungan hidup dengan sesamanya).
Keadilan juga kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah dalam bidang pemerintahan, kepemimpinan, kekuasaan, kenegaraan, hukum, sosial kemasyarakatan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kerakyatan. Jika keadilan itu ditegakkan sesuai aturan syariat, maka pahala yang sangat besar telah menanti bagi pihak-pihak yang telah menegakkannya.
Namun, jika keadilan dalam menjalankan apa-apa yang tersebut di atas selalu diabaikannya, maka ancaman siksa bukanlah main-main dan bukan khayalan semata, namun banyak berita dari Alquran maupun Hadits Nabi SAW yang menerangkan ancaman itu. Karena berbuat adil adalah perintah Allah, maka mengabaikannya adalah maksiat kepada Allah.