SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Pemilu 2019 Pembunuh Anggota KPPS

Pemilu 2019 Pembunuh Anggota KPPS

WARGASERUJI – Pada Pemilu 2014, tercatat 144 anggota KPPS meninggal dunia saat penghitungan suara. Pemilu 2019, lebih banyak lagi. Kejadian di tahun 2014 ternyata tidak membuat pihak-pihak yang berwenang belajar. Sama artinya, Pemilu 2019 dirancang menjadi mesin pembunuh para anggota KPPS.

Memilukan, pemilu yang disebut sebagai pesta demokrasi seharusnya hingar bingar dengan kegembiraan. Atau memang kata “pesta demokrasi” dipaksakan dimunculkan untuk menutupi keburukan aslinya: perebutan kekuasaan. Jika aslinya seperti itu, memang nyawa manusia menjadi dianggap murah harganya.

Ketika KPU dikritik, tentu tidak pada tempatnya kalau sudah bekerja sesuai aturan dan undang-undang. Contohnya, kritik dan saran dari FKUI yang meminta agar ada shift para anggota KPPS, langsung dijawab oleh KPU sebagai sesuatu yang tidak memungkinkan karena batasan UU.

UU? Siapa yang menetapkan UU? Jawabannya: rakyat, melalui perwakilannya di DPR. DPR itu sendiri produk pemilu. Kualitas DPR adalah wujud dari kualitas pemilu. Akhirnya menjadi lingkaran setan, tidak semakin membaik karena semakin mendegradasi satu dengan lainnya.

Prosedur yang ketat dibuat agar tidak terjadi kecurangan. Namun, berdampak pada beratnya proses pemilu. Sepertinya, letak masalah memang tidak pernah ada saling percaya dalam pesta demokrasi. Masih banyak proses yang dilakukan secara manual. Karenanya, beban ke personal menjadi besar.

Proses pemilu tidak akan bisa disederhanakan karena produk politik. Jumlah partai, daftar calon legislatif, dan lain-lain menambah daftar urusan untuk para petugas. Biaya pemilu pun tak bisa seenaknya diusulkan. Pemilu lima tahun ke depan, akan menjadi momok bagi calon petugas KPPS, sebagai pekerjaan lima tahunan yang beresiko tinggi.

Semua alternatif yang memudahkan proses penghitungan suara sangat mudah ditolak. Voting elektronik? Mahal dan beresiko diretas. Apa sih yang tidak bisa ditembus oleh kekuasan uang?

Kalau lima tahun lagi tidak ada perubahan signifikan, maka boleh disebut bangsa bodoh, membiarkan warganya mati hanya untuk “pesta demokrasi” yang dinikmati oleh pemenang pemilu.

Patut menjadi renungan bagi semua warga bangsa. Proses pemilu saja sudah melahirkan bencana bagi beberapa anak bangsa. Apakah korban berjatuhan ini mendapat hal setimpal dengan terpilihnya wakil-wakil rakyat yang berkualitas? Atau seperti produk pemilu 2014 yang akhirnya banyak yang tertangkap karena melakukan korupsi?

Demokrasi adalah kekuasaan rakyat. Kalau hasilnya buruk, yang patut disalahkan tentu rakyat yang berwenang memilih. Ada cara lain?

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER