WARGASERUJI – Cukup menarik tulisan M Rizal Fadillah, seorang pemerhati politik, berjudul “Bangkrutnya Nasionalisme”. Ia menyoroti perubahan faktor penyebab mengapa nasionalisme menurun. Menurutnya, sekarang “bangkrutnya nasionalisme” disebabkan pragmatisme dan urusan bisnis, bukan lagi aspek kedaerahan, sektarianisme atau globalisasi.
BUMN pun menjadi sorotan utamanya. Mulai dari Krakatau Steel hingga PT POS Indonesia. Sampai industri semen dalam negeri yang saat ini diserang industri semen asing.
Rizal menganggap kebijakan negara sangat pragmatis dan berorientasi bisnis. Faktor determinannya, investasi dan utang luar negeri. Karena itu, industri strategis tidak lagi menjadi perhatian utama.
Industri dalam negeri yang tidak dilindungi barang impor, rawan terkena “predatory pricing”. Seperti semen produksi perusahaan asing yang mampu membuat dengan harga sangat murah.
Rizal menganggap pemerintahan sekarang seperti pedagang yang selalu berorientasi keuntungan jangka pendek. Bukan untuk kesejahteraan jangka panjang dan merata. Selain itu, ia menyoroti keberpihakan pemerintah kepada rakyat, ketika masih tetap membayar pajak dan harga barang yang terus naik.
Rizal mengusulkan agar pemerintah membangun produk sendiri, kurangi impor dan menyeleksi investasi. Menurutnya, mencari ke sana dan ke sini hanya untuk hutang bukanlah prestasi, melainkan kebangkrutan.
Benarkah Nasionalisme Rakyat Indonesia menurun?
Nasionalisme itu muncul karena konsep identitas yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Indonesia mendasarkan diri atas kesamaan bangsa dan tanah air, kemudian berjuang bersama dalam kedaulatan negara.
Ikatan nasionalisme muncul di tengah masyarakat yang pola pikirnya merosot. Masyarakat seperti ini berusaha tidak beranjak dalam suatu wilayah untuk mempertahankan diri bersama-sama. Ikatan ini dinilai sebagai ikatan yang lemah dan rendah mutunya.
Ketika wilayahnya sudah aman dari musuh, nasionalisme menurun bahkan menghilang. Lebih cepat lagi bila sudah terjadi saling bertikai dan menganiaya di antara sesama.
Karena lemah dan rendah mutunya, maka banyak elit negara menciptakan musuh negara. Tujuannya, agar kepemimpinan mereka tetap terjaga di negaranya. Contoh nasionalisme kenegaraan yang paling fenomenal yaitu Nazi.
Maka, memperkirakan nasionalisme masyarakat Indonesia itu lihat dari suasananya. Jelas, Indonesia tak punya musuh dari luar kalau urusan perang fisik. Urusan perang dagang pun, sepertinya banyak oknum ikut menikmati serbuan dari luar.
Apalagi, ketika sepertinya hanya segelintir orang yang menikmati, rasa nasionalisme orang-orang terpinggirkan akan lenyap tanpa bekas. Segala argumentasi pentingnya nasionalisme, hanya masuk telinga sebentar untuk keluar tanpa digubris.
Pertanyaannya, untuk apa rakyat harus punya sikap nasionalisme? Untuk rakyat sendiri atau untuk elit? Kalau memang nasionalisme itu ikatan yang lemah dan bermutu rendah, adakah penggantinya yang lebih baik?