SCROLL KE ATAS UNTUK MEMBACA

Politikus Bernyanyi, Rakyat Saling Memaki, Inikah Demokrasi?

Politikus Bernyanyi, Rakyat Saling Memaki, Inikah Demokrasi?

Politik memang benar-benar memanas mendekati Pemilu 2019, untuk memilih Presiden/Wakil Presiden dan anggota DPR/MPR/DPD. Hal ini dapat dilihat di media sosial dengan begitu jelas dimana kubu “dunia maya” saling menyerang bahkan memaki tanpa basa basi. Dan yang lebih menyedihkan para tokoh politik bahkan melakukan “like” atau “retweet” atas kondisi itu, bukannya memberikan pencerahan dengan pendidikan politik yang santun dan baik sehingga dapat menjadi teladan bagi rakyat.

Masih ingat dalam ingatan kita, bagaimana seorang politikus dari sebuah partai politik merubah syair nyanyian anak-anak kemudian dibalas oleh politikus dari partai yang lain. Dengan payung kebebasan dalam bingkai demokrasi, mereka “bernyanyi” bagai seorang pengarang lagu tanpa peduli akan akibat pada pendukungmu. Memang sangat sederhana bahwa itu adalah sebuah lagu, tapi mereka apakah tidak menyadari akan akibat terhadap anak-anak yang akhirnya akan mengikuti lagu mereka. Bagaimana jika anak-anak nanti ikut menyanyikan lagu mereka dalam keseharian?

Akibat dari lagu tersebut akhirnya muncul beberapa lagu serupa dengan lirik yang beda. Apakah itu sebuah kreatifitas seni? Atau seni yang dikorbankan untuk perpolitikan negeri ini.

Demokrasi akhirnya dijadikan sebagai “alat pembenaran” terhadap perbuatan yang tidak sesuai dengan perasaan. Kebebasan menyampaikan pendapat mampu menutupi kehidupan sebagai manusia bermartabat yang seakan sedang membela rakyat tetapi tanpa sadar telah melakukan “adu domba” pada rakyat.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan adatnya yang penuh sopan santun dan tata krama yang menjunjung tinggi tenggang rasa. Menyapa dengan halus pada sesama, jauh dari membenci apalagi memaki.

Tapi pesta demokrasi mulai merongrong ke hati nurani para tokoh negeri, berkata kasar bahkan mencaci seakan mereka paling suci dan berbakti untuk negeri ini.

Kita berharap bahwa Pemilihan Umum benar-benar menjadi proses kontestasi untuk memilih pemimpin negeri ini dan para wakil rakyat yang akan menjadi wakil rakyat yang memahami masalah secara hakiki. Jangan sampai Pemilihan Umum dinodai dengan “guyonan” yang terkadang tidak tepat tempatnya. Kalau boleh meminjam istilah Jawa yaitu “Guyon Maton”, guyonan/candaan yang bermanfaat untuk rakyat negeri ini.

Tulisan ini tanggung jawab penulisnya. Isi di luar tanggung jawab Redaksi. Pengaduan: redaksi@seruji.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan isi komentar anda
Masukan Nama Anda

Artikel Lain

TERPOPULER