PWARGASERUJI – Dari lampu lalu lintas sampai kereta listrik. Dari ATM sampai jaringan seluler, Jakarta ditimpa masalah gara-gara listrik mati, Jadi pelajaran, manusia sudah terlalu bergantung listrik. Bagaimana jadinya kalau gempa besar terjadi? Sudah siap?
Manusia sudah terlalu dimanja. Tinggal pencet, pompa air berbunyi. Tak perlu mengerek ember dari sumur. Mau pergi, pakai bensin. Bahkan, mau buang energi seperti melihat hiburan atau ke tempat kebugaran, masih saja pakai listrik.
Padahal, semakin dimanja, semakin besar kebutuhkan energi. Rumah pakai AC, kulkas, penanak nasi listrik, kompor gas, dan masih banyak lagi. Ciri rumah mewah.
Bandingkan dengan suku Badui Dalam. Hebat mereka. Hidup paling efisien. Tidak dimanja. Tapi, memang sudah susah hidup sekarang hidup seperti mereka, karena segala sendi sudah terlalu bergantung listrik.
Semakin besar kebutuhan energi, semakin rusak bumi. Karena, sebagian besar energi diambil dari batubara dan minyak bumi, yang jelas mencemari. Sedangkan energi lainnya, masih dikategorikan alternatif.
Ketika manusia bertambah, lahan berkurang. Konsumsi energi tak lagi bisa dicukupi dengan yang ada. Hasilnya, berebutan. Kekacauan akan terjadi.
Sebaiknya, manusia belajar untuk mengurangi ketergantungan terhadap listrik. Mulailah untuk tidak dimanja.
Untuk kebutuhan pokok, bolehlah. Namun, kurangi hanya karena mengejar kenyamanan, apalagi kesenangan.
Sejatinya, orang yang mencari kenyamanan itu orang yang tidak berada dalam kondisi nyaman. Kalau terus mencari kenyamanan, artinya tak pernah benar-benar merasakan nyaman.
Begitu pula kesenangan. Sama saja.
Beda dengan orang yang mudah bersyukur. Cepat sekali merasakan kenyamanan tanpa perlu ini itu. Kesenangan? Itu lebih mudah, karena derajatnya di bawah kebahagiaan orang-orang yang pandai bersyukur.